No. : VI/AJISBY/IX/2016 Surabaya, 25 September 2016
Hal : Laporan advokasi kekerasan terhadap jurnalis Radar Madura (Group Jawa Pos)
Kepada Yth:
Ketua Dewan Pers
Yosep Adi Prasetyo
di-Jakarta
Dengan hormat,
Kami Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Surbaya, melaporkan aksi kekerasan salah satu anggota kami, Ghinan Salman (jurnalis Radar Madura/ Group Jawa Pos), pada 20 September 2016. Aksi kekerasan ini dilakukan sekitar sepuluh pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bangkalan. (kronologi terlampir)
Kasus ini dilaporkan dan ditangani Polres Bangkalan. Polisi menggunakan KUHP Pasal 352 (penganiayaan ringan) dan 170 (pengeroyokan). Prosesnya sudah sampai rekonstruksi. Padahal, aksi kekerasan terhadap Ghinan dilakukan saat dia menjalankan kerja-kerja jurnalistik. AJI Surabaya mendesak Polres Bangkalan menerapkan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
AJI Surabaya bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Lentera melakukan advokasi litigasi dan non litigasi untuk kasus ini. Pasalnya, perusahaan media tempat Ghinan bekerja, Radar Madura (Group Jawa Pos), tidak melakukan tindakan yang memadai. Perusahaan cenderung pasif. Hal ini jelas bertentangan dengan Peraturan Dewan Pers No 1/Peraturan-DP/III/2013 tentang Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan.
Dalam kasus kekerasan terhadap jurnalis perusahaan pers bertanggung jawab untuk:
a. Menanggung biaya pengobatan, evakuasi dan pencarian fakta.
b. Berkoordinasi dengan organisasi profesi wartawan, Dewan Pers dan penegak hukum.
c. Memberikan pendampingan hukum.
AJI Surabaya merasa perlu mengirim surat laporan ini karena ada banyak kekerasan terhadap jurnalis di Jawa Timur dan tidak satu pun yang diselesaikan menggunakan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Misalnya, kasus penyerbuan kantor Radar Madura pada 27 Juli 2013 dan penyerbuan anggota ormas ke studio SBO TV saat live sebuah talk show membahas Persebaya pada 16 April 2015.
Kami menilai, tindakan kekerasan ini sebagai bentuk melawan kemerdekaan pers. Karena itulah Dewan Pers harus turun tangan sesuai UU Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pers Pasal 15, yang menyebutkan “Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, di bentuk Dewan Pers yang independen”.
Kedua kejadian luar biasa ini sama sekali tidak ditangani sebagaimana mestinya. Polisi menjerat pelakunya menggunakan pasal-pasal di KUHP dan mengesampingkan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Yang menurut kami sangat ironis, perusahaan media yang menjadi korban memilih pasif. Bahkan perusahaan media itu mengintimidasi jurnalisnya agar tidak mendorong polisi menggunakan UU Pers.
Kami berupaya agar kasus yang menimpa Ghinan menjadi titik balik penegakan supremasi kebebasan pers di Jawa Timur. Ghinan sudah meminta penyidik menerapkan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers Pasal 18. Namun polisi menganggap pasal itu tidak relevan dan menunggu proses gelar perkara. Tentu kami berharap Dewan Pers bisa turun tangan memantau dan mengawal kasus ini sesuai kewenangannya.
Satu di antaranya dengan menyurati penyidik di Polres Bangkalan terkait penuntasan kasus yang melibatkan jurnalis. Demikian surat ini kami buat. Kami berharap Dewan Pers bertindak secepatnya mengingat kasus ini sudah berjalan. Atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.
Hormat Kami,
Prasto Wardoyo (Ketua AJI Surabaya)
Tembusan:
- 1. AJI Indonesia
- 2. Arsip