JAKARTA, Calon Hakim Konstitusi (CHK) Prof Dr Arief Hidayat SH mengaku tidak setuju dengan adanya konsep pernikahan sesama jenis. Pernyataan itu diungkapkan Arief saat menjalani uji kepatutan dan kelayakan dihadapan Komisi III DPR hari ini, Senin (4/3/2013).
Saat proses tersebut berlangsung anggota DPR dari Fraksi Golkar, Poempida Hidayatulloh mempertanyakan mengenai pernikahan sejenis dan Undang-Undang Pernikahan.
“Jika ada kelompok orang untuk menganulir pasal yang memperjelas pernikahan laki-laki dan perempuan saja gimana?,” kata Poempida seperti dilansir dalam Tribunnews.com.
Arief lalu menyatakan akan menolak dan membatalkan usulan pernikahan sejenis yang dilakukan di Indonesia. Alasannya, pernikahan sejenis bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Meskipun setiap warga negara berhak untuk berekspresi termasuk soal agama, kata Arief, namun berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 tidak memperbolehkan warga negaranya tidak memiliki agama.
“Kita tidak boleh meletakkan konteks kebebasan beragama untuk memperbolehkan warga negara untuk tidak menganut agama, maka orang Indonesia tidak boleh atheis,” ujarnya.
Termasuk, lanjutnya, soal perkawinan sejenis yang pada dasarnya tidak diperbolehkan oleh setiap agama.
“Dalam konteks di negara Amerika silahkan, tapi secara teologis itu (pernikahan) harus dilakukan laki-laki dan perempuan, maka harus dibatalkan jika ada yang melakukan pernikahan sejenis,” ujar dia.
Selain itu, Arief mengatakan walaupun pernikahan sejenis dibenarkan di suatu negara tertentu atas nama hak asasi manusia, tetapi tidak dibenarkan jika itu terjadi di Indonesia. Pasalnya, di Indonesia hak asasi manusia harus berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa dan prinsip kearifan lokal.
“Jadi tidak dimungkinkan kawin sesama jenis itu termasuk dalam hak asasi manusia,” katanya.
Arief mengingatkan seseorang memiliki hak asasi pribadi. Namun, hak itu tidak dapat berdiri sendiri dan harus menghormati orang lain yang juga memiliki hak asasi.
“Jadi jangan melupakan kewajiban hak asasi manusia yang melekat dalam diri, keselarasan harus dijaga berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa dan yang tercantum dalam pancasila,” tukasnya. (sumber: tribunnews.com)