Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya
Kerangka Acuan
Stigmatisasi, sensasional, bombastis dan menyudutkan adalah kecenderungan umum media-media di Indonesia dalam memberitakan isu keberagaman seksualitas. Hal tersebut, di antaranya, disebabkan perspektif jurnalis dan kalangan editor yang kurang memahami isu dan konsep sexual orientation gender identity expression and sex characteristic (SOGIESC).
Selain itu, bisnis media menyebabkan keberagaman seksualitas dihadirkan dalam berita-berita secara tidak relevan, disinformatif bahkan penuh hoax, tidak berdasar pada data dan fakta. Media hanya mengejar oplah (cetak), rating (TV) dan clickbait (online) yang acuannya search engine optimization (SEO).
Sehingga, mereka tidak mempertimbangkan dampak-dampak pemberitaan, terutama bagi warga dan komunitas dengan seksualitas berbeda. Secara otomatis, media pun menjadi corong bagi menguatnya heteronormativitas atau homofobia dan transfobia. Akibatnya, selama ini berita-beritanya lebih banyak mengutip pihak-pihak resmi seperti aparat atau pejabat pemerintahan, tokoh agama dan masyarakat yang mendiskreditkan atau anti terhadap warga lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT).
Dampaknya, kini keberadaan warga dan komunitas LGBT semakin rentan. Kriminalisasi dan persekusi pun terus-menerus menimpa mereka.mPraktik-praktik pemberitaan yang bias dan anti-keberagaman seksualitas tampak dominan pada awal 2016 ketika Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, M. Nasir, melarang LGBT di kampus-kampus. Implikasinya, hingga 2019 menurut laporan Support Group and Resource Center (SGRC) Indonesia, terhitung 20 lebih perguruan tinggi menolak keberadaan LGBT.
Cara pemberitaan serupa kembali dilakukan awal Oktober sampai November 2018 ketika hoax tentang grup FB Gay di Garut, Tasikmalaya dan Balikpapan bergulir di media sosial. Jika pada 2016 disinformasi tentang keberagaman seksualitas di media sosial dan media mainstream berbuah pada akasi-aksi penolakan di banyak kampus, viralnya hoax grup FB gay Garut yang pengikutnya mencapai ribuan berdampak bukan saja pada gelombang aksi di pulau Jawa, Kalimantan dan Sumatera, yang dilakukan di sekolah-sekolah maupun ruang publik, juga bermunculan regulasi di beberapa daerah untuk menolak LGBT.
LBH Masyarakat dan Arus Pelangi sampai tahun 2019 mencatat lebih dari 45 regulasi yang berupa peraturan daerah maupun surat edaran yang anti-keberagaman seksualitas. Yang paling miris adalah praktik persekusi dilakukan Satpol PP Lampung yang menyemprot dengan selang pemadam kebakaran terhadap transpuan pada November 2018 serta aksi kekerasan dan pelecehan terhadap dua transpuan di Bekasi oleh kelompok Islam garis keras pada malam Maulid Nabi Muhammad sekaligus hari peringatan persekusi terhadap para transgender (Transgender Day of Remembrance, 20 November).
Ketika mendekati pemilihan presiden (Pilpres) 2019, pemberitaan yang peyoratif terhadap keberagaman seksualitas semakin menjadi-jadi. Salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden pun dikaitkan sebagai rezim pendukung LGBT yang jika memenangkan Pilpres akan membuat LGBT merajalela. Padahal, komunitas LGBT di Indonesia tidak terlibat dalam politik praktis. Namun begitu, politisasi terhadap LGBT dan kecenderungan media mengeksploitasinya tanpa terlebih dahulu memverifikasi kebenarannya terus berulang.
Nama Kegiatan
Workshop & Fellowship: Meliput Isu Keberagaman Seksualitas di Jawa Timur
Tujuan
Mengembangkan dan menyebarluaskan pemahaman keberagaman seksualitas melalui kerja-kerja jurnalistik
Waktu dan Tempat
Waktu: Jumat-Minggu, 30 Agustus-1 September 2019
Tempat: lokasi kegiatan akan disampaikan ke masing-masing peserta dua hari sebelum pelaksanaan workshop.
Ketentuan Program Fellowship Liputan Keberagaman Seksualitas di Jawa Timur sebagai berikut:
1. Peserta fellowship adalah jurnalis media cetak, online, radio dan televisi di wilayah kerja
Jawa Timur
2. Proposal Fellowship Liputan bertema Keberagaman Seksualitas. Proposal harus
menyertakan kartu pers dan surat keterangan dari editor atau produser yang akan
menerbitkan atau menayangkan karya fellowship di medianya
3. Proposal dikirim ke email daftar.sejuk@gmail.com paling lambat 26 Agustus 2019
4. Coaching proposal peliputan 31 Agustus–1 September 2019 di Surabaya
5. Peserta fellowship terpilih diumumkan 2 September 2019 di website Sejuk.org
6. Proses peliputan sampai penerbitan atau penayangan karya fellowship dilakukan 3 September–25 November 2019
7. Total beasiswa terbatas peliputan Program Fellowship Liputan Keberagaman Seksualitas di Jawa Timur Rp. 70.000.000,- yang akan diberikan kepada 10 peserta terpilih.
Mentor Fellowship Liputan Keberagaman Seksualitas di Jawa Timur:
1. Ahmad Junaidi, Direktur SEJUK dan editor The Jakarta Post
2. M. Miftah Faridl, Ketua AJI Surabaya dan CNN Indonesia TV
3. Rr. Sri Agustine, Direktur Eksekutif Ardhanary Institute dan peraih SK Trimurti Award
2019
Peserta
Peserta workshop dan coaching fellowship ini terdiri dari para jurnalis Jawa Timur. Total peserta workshop dan coaching fellowship Meliput Keberagaman Seksualitas adalah 25 jurnalis Jawa Timur.
Penyelenggara
Workshop & Fellowship: Meliput Isu Keberagaman Seksualitas di Jawa Timur diselenggarakan oleh Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) bekerja sama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya.
Pengganti Transportasi
Para peserta workshop dan coaching fellowship akan mendapat pergantian transportasi dari penyelenggara.
Demikian Kerangka Acuan Workshop & Fellowship: Meliput Keberagaman Seksualitas di Jawa Timur.
Jakarta, 1 Agustus 2019
Penanggung Jawab
Ahmad Junaidi Direktur SEJUK