SURABAYA – Film Spotlight yang disutradarai Tom McCarthy menjadi film buruan para aktivis pers mahasiswa belakangan ini. Pasalnya, film yang meraih Academy Award kategori film terbaik itu mengangkat kisah nyata para jurnalis membongkar kasus paedofil yang dilakukan para pastur di pusat Kota New York. Spotlight sebenarnya adalah nama tim wartawan investigasi surat kabar tertua, The Boston Globe, Amerika Serikat.
Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Mercusuar Universitas Airlangga mengundang Benni Indo dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya dan dosen muda Ilmu Komunikasi Rendy Pahrun Wadipalapa dalam acara nonton dan diskusi bareng yang berlangsung di Ruang Dewi Sartika Gedung Pusat Bahasa Unair, Jumat, 27 Mei 2016.
Acara yang berlangsung gayeng itu dihadiri para aktivis pers dan beberapa anggota AJI Surabaya. Setelah menonton film Spotlight yang dimulai sekitar pukul 13.30, acara selanjutnya adalah diskusi.
Mengomentari film yang berlangsung, Rendy mengatakan kalau film itu bisa menjadi cermin atau inspirasi bagi pegiat pers kampus agar mahasiswa bisa peka terhadap hal-hal yang tidak lumrah. Apalagi mahasiswa sebagai simbol demokarasi pendidikan, mahasiswa punya peran besar di dalamnya.
Selain itu, masih paparan Rendy, kondisi pers di Indonesia saat ini tidak banyak yang bisa melakukan investigasi seperti pada Boston Globe. Ia menjelaskan, kepentingan politik dan bisnis pemilik media menjadi tembok penghalang.
“Karena banyak pemilik media merupakan politikus dan pebisnis,” paparnya.
Sementara kehidupan di kampus, yang notabene jauh dari kepentingan politik dan bisnis, seharusnya bisa dimanfaatkan mahasiswa untuk mengembangkan potensi jurnalistiknya dengan baik.
Benni yang juga wartawan desk liputan khusus di Harian Surya berbagi pengalamannya kepada para peserta. Menurutnya, satu hal yang perlu dipegang teguh oleh setiap jurnalis adalah sikap skeptis. Seperti yang terjadi di film Spotlight, sikap skeptis itu bisa membawa para jurnalis menemukan fakta-fakta baru yang belum terkuak.
“Seperti yang kita simak bersama tadi, yang awalnya dicurigai satu pastur kemudian berkembang menjadi 13, berkembang lagi menjadi 90. Itu semua berawal dari skeptis,” terangnya.
Benni pun ‘menantang’ LPM Mercusuar untuk bisa membuat liputan investigasi di seputar kampus. Menurut mantan aktivis Persatuan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Kota Malang itu, banyak hal yang bisa diinvestigasi dalam skala kecil, namun sebenarnya memiliki dampak yang luar biasa. Ia juga menegaskan agar lembaga pers mahasiswa tidak takut atas pemberedelan yang terjadi.
”Selama tiga dekade pers pernah dibelenggu, kemudian mahasiswa hadir dan melahirkan reformasi sehingga pers seperti saat ini. Lantas jika masih ada pemberedelan di dalam kampus, apa bedanya kampus dengan rezim Orba?” tanyanya.