Said Aqil Siroj Institute, (SAS institute), CMARs Surabaya, gelar diskusi publik dengan tajuk “Memperjuangkan Rakyat, Merekatkan Umat” di Surabaya, Selasa (23/1/2018).
Ini sebagai upaya ikut serta berkontribusi dalam hajatan pesta demokrasi, berupa pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur maupun Bupati dan Walikota di Jawa Timur 2018 ini dengan cara damai dan bermanfaat.
Wujudnya berupa proses pilkada yang ditandai dengan kondisi yang bebas dan adil (free and fair), bersih tanpa politik uang, dan damai tanpa intimidasi, provokasi kebencian berdasarkan SARA dan kekerasan.
Hadir sebagai penelis Dr. Imdadun Rahmat (Direktur SAS-Institute), Prof. Dr. Abd. A’la (Rektor UIN Sunan Ampel – Surabaya) dan Pendeta Simon Filantropa (Ketua PGI Jawa Timur).
Imdadun Rahmat dalam paparannya menyampaikan bahwa Jawa Timur merupakan basis ulama, basis pesantren, basis kaum Nahdliyyin, dan etalase Islam Nusantara. Baik atau buruknya Jawa Timur akan menjadi wujud nyata Islam Nusantara. Jawa Timur adalah pembuktian Islam wasatiyah (Islam moderat).
“Kami yakin Jawa Timur mampu menghadirkan satu proses pilkada yang damai dan bermartabat,” tururnya.
Proses pilkada yang amat penting ini harus menjadi momentum bagi masyarakat Jawa Timur untuk mewujudkan praktek bernegara, berbangsa, berpolitik dan bemasyarakat yang sesuai dengan koridor Islam yang rahmatan lil alamin.
Dengan begitu akan lahir sosok pemimpin daerah yang cakap, amanah dan berkomitmen memperjuangkan rakyat.”Sosok pemimpin yang menghormati, mengayomi, melindungi dan melayani semua kelompok tanpa diskriminasi,” tegasnya.
Diskusi publik yang juga menghadirkan sejumlah tokoh masyarakat, jurnalis, dan aktivis ini juga menghasilkan beberapa hal penting. Misalnya dalam nuansa pilkada ini, masyarakat Jawa Timur hendaknya membina komunikasi antar sesama warga dan tidak malah menggunakan media sosial untuk menyebarkan berita bohong, fitnah dan provokasi kebencian.
Selain itu, hendaknya masyarakat Jawa Timur agar berpikir dan bertindak jernih tidak terpengaruh berita palsu, fitnah, kampanye hitam, viral hoax, dan provokasi kebencian berdasarkan SARA. (Nur Cholis)