Komunitas 6 Cahaya Hati

Foto : surya/sri handi lestari  Enam perempuan yang tergabung dalam komunitas enam cahaya hati, mengambil manfaat dari hasil workshop pengembangan diri secara Islami dengan membaginya ewat menggelar workshop serupa untuk orang lain.
Foto : surya/sri handi lestari
Enam perempuan yang tergabung dalam komunitas enam cahaya hati, mengambil manfaat dari hasil workshop pengembangan diri secara Islami dengan membaginya ewat menggelar workshop serupa untuk orang lain.

Berbagi Pengalaman Spiritual Untuk Hilangkan Kegalauan menjadi istri pejabat, pengusaha, dan wanita karir, juga wanita yang menjalankan ibadah sesuai ajaran agama, ternyata tidak menjadi jaminan mereka bebas galau. Hal itu dirasakan enam perempuan yang kemudian membentuk komunitas 6 Cahaya Hati, yang berhasil menghilangkan kegalauannya kemudian berbagi pengalaman spiritual itu kepada orang lain.
Keenam perempuan itu adalah Moeda La Nyala, Ayu Risna, Nike Harvani, Shinta Syahidal, Ratih Oentjoro dan Rimayanti. Tercatat keenamnya merupakan istri-istri dari para pengusaha dan pejabat yang kegiatannya lumayan padat. Mereka sendiri selain sebagai ibu rumah tangga dan ibu bagi anak-anaknya, mereka juga ada yang berkecimpung di bidang usaha dan akademisi. Salah satunya, Ratih Oentjoro, yang merupakan dosen sekaligus pengurus yayasan dari Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.
“Kami bertemu dalam pelatihan pengembangan diri secara Islami. Sebelumnya, saya harus mengalami kegalauan dan ketakutan diri ketika suami saya mengalami serangan jantung dan harus menjalani operasi,” ungkap Ratih.
Dari pengalaman itu, hatinya menjadi tidak tentram. Ketika tahu ada kegiatan workshop pengembangan diri secara Islami tahun 2012 lalu, dia mencoba ikut untuk mendapatkan hasil. Ternyata Ratih merasakan manfaat yang besar. Hal itu dirasakan juga oleh kelima rekannya yang juga ikut dalam workshop itu.
Sedangkan bagi Ayu Risna, yang sehari-hari berkegiatan di bidang desain interior, mengaku sebaggai seorang mualaf. “Bagi saya yang mendapatkan rumah baru di agama Islam, menjalankann ibadah, seperti sholat, puasa, dan membaca Al-Quran, sudah saya tekuni. Tapi saya masih merasakan kekuatiran apa yang saya lakukan ini belum sempurna. Ada juga ketakutan, akan jalan yang sudah saya pilih ini,” ungkapnya. Tapi setelah mengikuti workshop pengembangan diri bersama Ratih dan empat rekannya, Ayu mengaku seperti mendapatkan tempat baru. “Padahal dalam workshop ini, kami hanya diminta dan ditunjukkan kembali ke dasar kami sebagai manusia. Sangat umum sekali,” komentar Ayu.
Begitu juga yang dirasakaan Moeda La Nyala, Nike Harvani, Shinta Syahida, dan Rimayanti. Nike Harvani, merupakan istri dari pengusaha otobus terkenal di Jatim. Usaha suaminya yang lumayan besar dan menyita waktu itu, diakui membuat dirinya lebih sering bersama anak-anak. “Kondisi seperti ini kadang membuat kami kesepian dan ada yang kurang secara psikis. Dengan bersamaa rekan-rekan ini, kami bisa menikmatinya dan mengikhlaskan apa yang kami rasakan untuk menjadi lebih mudah,” komentar Nike.
Kebersamaan keenam wanita ini tidak hanya yang mereka rasakan dari hasil workshop. Tapi keenamnya sepakat untuk ikut serta dalam pelatihan lanjutan dengan mengikuti workshop yang digelar bersama manajemen Think, Grow and Successful (TGS) Islamic Personal Development Training. Mereka mengikuti kursus intens dengan mendatangkan guru langsung dari Jakarta.
Dalam workshop ini, Moeda La Nyala, mengatakan, mereka tidak hanya mendapatkan pengembangan ajaran Islam yang lebih dalam untuk dijalankan dan diaplikasikan di kehiduapn sehari-hari. “Tapi kami mendapatkan hal lebih, dimana kami seperti dibukakan kembali, bahwa tujuan hidup tidak hanya di dunia saja, tapi juga ada dunia lain,” ungkapnya.
Dari rasa yang sama saat mengikuti kursus intensif selama delapan bulan itu, membuat mereka bergabung menjadi komunitas 6 Cahaya Hati. Agar tidak hanya menjadi sebuah nama dan bermanfaat bagi masing-masing, mereka secara rutin menggelar kegiatan workshop pengembangan diri seccara Islami dengan orang dan kelompok lainnya. “Tidak hanya kaum ibu, taapi juga keluarga, profesional, mahasiswa, hingga pelajar,” lanjutShinta Syahida, anggota paling muda dengan usia 37 tahun.
Mereka mengakui, kedekatan ini tidak selamanya membicarakan masalah spiritual saaja. “Kami menjadi teman curhat. Juga teman bisnis kecil-kecilan, juga teman untuk saling melengkapi kegiataan kami. Apakah itu di bidang usaha, maupun sosial,” tambah Rimayanti.
Saat ini, mereka sedang menyiapkan proyek workshop pengembangan diri secara Islami yang digelar rutin tiap enam bulan sekali. Dengan pembicara yang berganti-ganti, langsung dari Jakarta. “Sedangkan pesertanya, Alhamdulilah, kami tidak mengalami kesulitan, dengan mengajak teman dan handai taulan kami yang adai di berbaga daerah,” tandas Rima.

sumber :