Dua kawan jurnalis menjadi korban kebrutalan prajurit TNI AU di Medan. Array Argus dan Andry Safrin dianiaya tentara secara beringas. Kekerasan ini bukan hanya penganiayaan tetapi juga ancaman dan intimidasi.
Awalnya, para jurnalis meliput aksi unjuk rasa warga Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia terkait sengketa tanah, Senin (15/8/2016). Unjuk rasa ini berujung bentrok dengan prajurit TNI AU.
Aray beserta Andri, dan beberapa jurnalis lainnya pun turut diserang anggota TNI AU.Keduanya ditarik, dihantam kayu, diseret dan diinjak-injak. Peralatan kerja mereka dirampas, bahkan ponsel dan dompet dijarah. Meski sudah mengaku sebagai jurnalis, anggota TNI AU tetap menganiaya mereka. Keduanya kini dirawat di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan.
Atas peristiwa tersebut, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya menuntut dan mendesak POM TNI AU dan Dewan Pers untuk mengusut kasus ini secara tuntas dan terbuka serta memberi hukuman setimpal kepada para anggota TNI AU yang melakukan penganiayaan tersebut.
Tindakan brutal yang dilakukan anggota TNI AU itu melanggar pasal 4 ayat 1 dan ayat 3 junto pasal 18 ayat 1 UU Pers No 40 tahun 1999, dan dapat dikenakan ancaman hukuman 2 (dua) tahun penjara serta denda Rp500 juta. “Bukan saja melanggar UU, tentara itu juga melecehkan supremasi hukum dengan tidak tunduk pada aturan,” tegas Prasto Wardoyo, ketua AJI Surabaya, Selasa (16/8).
Dalam UU Pers, jurnalis dilindungi dalam melakukan liputan. Maka menghalangi jurnalis liputan dan menganiaya jelas melanggar hukum. “Jangan ada impunitas terhadap pelaku kekerasan ini hanya karena pelaku adalah tentara,” imbuhnya.
AJI Surabaya mendesak penuntasan kasus ini menggunakan UU Pers. Kasus ini menambah deret kekerasan terhadap jurnalis. Sepanjang 2016, kekerasan yang dialami jurnalis tercatat ada 12 kasus. Pada 2015, tercatat 42 kasus kekerasan. Hampir semua kasus kekerasan ini dilakukan aparat negara, seperti pemerintah, TNI dan Polisi.