Perlu Ada Regulasi Baku soal Media Sosial

Jakarta – Penggunaan jejaring sosial atau sosial media seperti twitter, saat ini tidak lagi sesuai tujuan pembuatan awal yakni persahabatan semata. Namun juga kini telah dimaanfaatkan sebagai sarana kampanye bagi politikus, calon wakil rakyat yang ingin menggalang dukungan masyarakat.

Tak jarang pula sosial media digunakan mereka yang ingin terjun dalam dunia politik dan pihak lainnya itu untuk menjatuhkan lawan-lawannya dan menebar fitnah.

“Yang disayangkan sosial media digunakan bukan untuk bangun citra diri positif yang positif. Karena mungkin sulit untuk mencari citra positif dari diri sendiri. Akhirnya digunakan utk menjatuhkan lawan. Itu lebih banyak terjadi menurut saya belakangan terutama di konstelasi twitter ranah politik di Indonesia,” kata Pengamat Politik Charta Politika, Yuniarto Wijaya, seperti dikutip Tribunnews.com, Minggu (23/2/2014).

Hal itu jelas Yuniarto bisa dilihat dari salah satu akun yang menggunakan nama grup musik dangdut yang belakangan cukup familiar di pengguna twitter.

Untuk itu Yuniarti menilai perlu ada regulasi baku tersendiri menyangkut penyebaran informasi di twitter. Hal ini dimaksudkan agar setiap akun bisa bertanggungjawab atas sesuatu yang diinformasikannya.

“Menurut saya harus tetap ada pengaturan bagaimana seharusnya setiap akun bisa bertanggungjawab terhadap apa yang diinformasi. Karena demokrasi ini tidak hanya sebebasnya-bebasnya siapapun bisa menyampaikan informasi. Tetapi juga harus diikuti siapapun harus setara dalam konteks tanggungjawab atas apa yg sudah dilakukan,” kata Yuniarto.

Lebih jauh terang Yuniarto, regulasi menyangkut penyebaran informasi di twitter sudah selayaknya ditetapkan. Pasalnya sejauh ini, banyak akun twitter yang tidak bertanggungjawab terkait informasi yang disebarkannya.

“Yang merusak tatatan politik ketika ada akun-akun yg secara bebas tidak terdeteksi dan tidak bertanggungjawab terhadap siapapun. Seakan-akan dia tidak ada dalam sistem hukum tapi ikut dalam permainan itu dengan tujuan menjatuhkan lawan-lawan. Saya tidak mau sebut nama lagi lah. Akun yg bahkan menyebut identitas diri tidak pernah tapi menyebarkan diri tentang siapaun. Ini yang menurut saya merusak,” ujarnya.

Hal ini lanjut dia dikawatirkan memberikan dampak negatif bagi masyarakat Indonesia. Mengingat sebagian masyarakat belum bisa memilah antaran informasi yang didasari fakta dan fitnah.

“Sebagian bangsa kita adalah bangsa sinetron, bangsa gosip yang memang menikmati hal yang sifatnya ekstrem dan mengunder estimate yang tanpa membedakan mana nyata dan fitnah,” keluh Yuniarto.

Untuk itu Yuniarto kembali menegaskan perlu adanya aturan dari lembaga terkait seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyangkut sosial media. Sebaliknya apabila aturan itu ditetapkan, Yuniarto menambahkan, tak perlu menyusahkan mereka yang ingin menggunakan sosial media.

“Ini tidak pernah dibahas Kementerian Kominfo dan secara hukum tidak jelas. Sehingga kita menghasilkan orang yang masuk penjara yang tidak sebagaimana mestinya dan orang yang masih berkeliaran dengan bebas dan setahu saya berbisnis,” imbuhnya. (tribunnews.com)