AJI Kecam Pembakaran Redaksi Palopo Pos dan Fajar Biro Palopo

Kantor Palopo Pos mengepulkan asap hitam tebal saat dibakar massa dipicu hasil Pilkaada, Minggu (31/3/2013).
Kantor Palopo Pos mengepulkan asap hitam tebal saat dibakar massa dipicu hasil Pilkaada, Minggu (31/3/2013).

MAKASSAR, Pasca Pemilihan Kepala Daerah Kota Palopo, Sulawesi Selatan, terjadi kerusuhan di Kota Palopo, Minggu (31/3/2013) siang. Massa dari salah satu calon walikota brutal dan membakar sejumlah gedung vital di Kota Palopo, termasuk Kantor Redaksi Palopo Pos dan Fajar Biro Palopo. Tidak ada awak redaksi menjadi korban, namun lantai satu gedung redaksi hangus terbakar.

Peristiwa yang diperkirakan terjadi sekitar pukul 13.00 WITA itu, berawal dari kerumunan ratusan orang massa di kantor Partai Golkar Palopo. Tak berselang lama, pihak Palopo Pos juga mendapatkan teror via sms dan telepon yang menyebutkan kantor berita itu akan dibakar.  Mereka kemudian melaporkan aksi teror tersebut ke Aparat Kepolisian dan TNI. Namun, semua aparat terkonsentrasi di kantor Wali Kota.

Tidak berapa lama setelah kepergian karyawan Palopo Pos untuk meminta pengamanan, namun kondisi Kota Palopo sudah rusuh, puluhan massa juga tiba-tiba muncul di depan kantor Palopo Pos dan Fajar Biro Palopo menyerang dan melempari kantor tersebut.  Mereka membawa tabung gas tiga kilo lalu dibakar. Massa juga melempari bom Molotov hingga membakar. Akibatnya kantor tersebut terbakar.

Pihak redaksi Palopo Pos membantah, jika media mereka tidak netral dan memihak salah satu pasangan kandidat. Menurut mereka, selama ini, pemberitaan Palopo Pos selalu berimbang. Isu itu sengaja dihembuskan provokator.

Pilwakot Palopo berlangsung dua putaran. Pada putaran kedua, pemilihan diikuti dua pasang calon, yakni Haedir Basir-Thamrin Jufri dan Judas Amir-Akhmad Syarifuddin. Pencoblosan digelar, Rabu (27/3/2013) lalu. Judas Amir-Akhmad Syarifuddin mengungguli pesaingnya. KPUD menetapkan Judas dan Akhmad sebagai pemenang hari ini. Di sela itulah, massa melakukan aksi anarkis.

Atas kejadian ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar  mengecam kekerasan dan pembakaran  Kantor Redaksi Palopo Pos dan Biro Fajar Palopo di Jalan Jenderal Sudirman Kota Palopo, Sulawesi Selatan.

Informasi yang dihimpun sementara  kantor  Fajar Group ini di bakar oleh massa pendukung salah satu kandidat calon walikota Palopo. Tindakan ini merupakan respon atas hasil pleno Komisi pemilihan Umum Daerah yang menetapkan Judas Amir-Ahmad Syaifuddin sebagai pemenang pemilihan Walikota.

AJI Makassar meminta polisi menangkap dan menyidik para pelaku sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Karena hal ini merupakan tindakan kriminalisasi terhadap dunia pers  dan melecehkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang melindungi hak wartawan untuk menjalankan  pekerjaannya. “Menganiaya, mengancam,dan merampas alat kerja wartawan adalah tindak pidana, dan polisi harus menangkap serta menyidik para pelaku,” ujar Mardiana Rusli, Ketua AJI Makassar, Minggu (31/3/2013)

AJI Makassar juga menghimbau pada seluruh kalangan masyarakat, agar menggunakan mekanisme hak jawab apabila keberatan dan merasa dihakimi oleh pemberitaan media, sebagaimana yang diatur dalam UU Pers.

Sejauh ini AJI Makassar sedang mencari informasi terkait pembakaran kantor Palopo Pos apakah ada hubungan dengan konten pemberitaan Palopo Pos terkait pemilihan Walikota Palopo. Jika di temukan adanya produk jurnalistik yang melanggar kode Etik maka akan di serahkan ke Dewan Pers.

Ketua AJI Makassar, Mardiana Rusli juga mengingatkan agar jurnalis dan media yang sedang meliput konflik Pilkada Kota Palopo untuk mengedepankan sikap Independensi, Integritas dan kejujuran dalam melaporkan fakta.

“Beritakan yang sebenarnya dan porsi yang imbang. Sehingga publik melihat media tidak berpihak . Dalam keadaan genting dan gawat, jurnalis tidak boleh memanaskan keadaan sehingga dapat membuat situasi jadi destruktif.” kata Ana.

Namun, aksi kekerasan dengan melakukan penyerangan dan pembakaran Kantor Redaksi Palopo Pos dan  Fajar  biro Palopo tidak dibenarkan. Aparat kepolisian harus menindak tegas pelaku penyerangan tersebut.

“Polisi harus memastikan perlindungan bagi jurnalis, agar jurnalis tetap bisa bekerja dengan bebas dan aman. Apabila konflik yang berkembang menjadi aksi kekerasan justru harus diliput demi memastikan proses hukum terhadap para pelaku berjalan, dan sengketa pilkada segera diakhiri,” ujar Kepala Divisi Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Aryo Wisanggeni. “Perlindungan dan jaminan keamanan bagi jurnalis menjadi penting, justru karena besar potensi sengketa pilkada berlanjut,” tegasnya.