Surabaya – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengungkapkan sampai saat ini masih banyak korban kekerasan pada perempuan di wilayah Jawa Timur. Menurut data Komnas Perempuan selama 2011 sampai November 2012 tercatat sebanyak 24.555 kasus kekerasan terhadap perempuan.
Wakil Ketua Komnas Perempuan, Masruchah saat di Surabaya, Jumat (7/12) mengatakan kekerasan terhadap perempuan yang diakibatkan KDRT mencapai 24.232 kasus. Sedangkan sisanya 320 kekerasan di ranah komunitas, misalnya bentrok antar pengikut Syiah dan Sunni di Sampang yang menjadikan perempuan menjadi korban. Sedangkan 3 kasus adalah kekerasan oleh negara.
Ia menjelaskan, tinggi angka kekerasan pada perempuan ini tak luput dari banyaknya kebijakan diskriminatif yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah itu sendiri. “Kami mencatat ada 22 kebijakan di Jatim yang sangat diskriminatif, di antaranya 16 kebijakan pelarangan prostitusi, 1 pembatasan kebebasan beragama, serta 5 pencitraan umum daerah,” katanya.
Ia menambahkan, kebijakan diskriminatif sendiri, dinilai menjadi penghalang bagi perempuan untuk menikmati hak-hak konstitusionalnya.
Kementerian Dalam Negeri, menurut dia, sebenarnya memiliki peranan untuk menghapus kebijakan tersebut. “Sayang hingga saat ini Kementerian Dalam Negeri sibuk pada kebijakan berkaitan dengan retribusi. Tidak ada satupun kebijakan diskriminatif yang telah dibatalkan,” katanya.
Masruchah mencontohkan kebijakan terkait ajaran Syiah di Sampang, harusnya bisa dibatalkan karena kebijakan ini menyebabkan banyak perempuan Syiah saat ini tidak bisa mendapatkan hak-hak dasarnya sebagai warga negara.
Menanggapi kasus Bupati Garut Aceng Fikri, Masruchah mengatakan akan terus mendesak kepada polisi untuk tetap mengusutnya. “Meski kasus ini sudah didamaikan, tapi polisi harusnya tidak berhenti begitu saja,” katanya.
Menurut Masruchah, kasus ini merupakan kejahatan perkawinan besar karena dilakukan oleh seorang kepala daerah yang harusnya menjadi contoh yang baik bagi warganya. Dengan terhentinya proses pengusutan terhadap kasus ini, Komnas Perempuan kawatir, ke depan akan kembali terulang kasus serupa. “Ini memang soal etika, tapi tidak bisa ini dihentikan begitu saja,” katanya.
Untuk melanjutkan kasus ini, Komnas memberikan contoh, polisi misalnya bisa melihat dari sisi apakah Bupati Aceng benar-benar telah meminta ijin kepada istrinya untuk kawin lagi. Yang pasti, Komnas perempuan mengapresiasi keberanian Fanny Oktaria untuk melaporkan mantan Suaminya ke Polisi. “Ini akan jadi contoh baik, perempuan memang harus berani,” katanya.